Header Ads

Kewajiban Berdakwah bagi Setiap Muslim

umar-bin-khattab Dakwah secara etimologis adalah undangan atau seruan (kamus Ash Shihah 6/2336, kamus Mu’jamul Wasit 1/286). Sedangkan pengertian dakwah secara syar’i adalah seruan kepada orang lain agar melakukan kemakrufan dan mencegah dari kemunkaran. Usaha mengubah keadaan yang rusak (fasad) & tidak Islami menjadi baik sesuai dengan Islam.

وَالْعَصْر () إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ () إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan kesabaran. [QS. Al Ashr : 1-3]

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لاَ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang dzalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. [QS. Al Anfal : 25]

Imam al-Baghawi dalam Ma‘âlim at-Tanzîl (II/204) menukil Ibnu Abbas yang berkata, “Allah Swt. telah memerintahkan orang-orang Mukmin untuk tidak membiarkan kemungkaran di hadapan mereka. Jika tidak, Allah akan meratakan azab atas mereka, menimpa orang zalim maupun yang tidak.”

Imam al-Qurthubi (w. 671 H) menerangkan, fitnah yang dimaksud adalah meluasnya kemaksiatan (zhuhûr al-ma‘âshi), menyebarnya kemungkaran (intisyâr al-munkar), dan tidak adanya upaya mengubah kemungkaran (‘adam at-taghyîr). Beliau juga meriwayatkan penafsiran Ibnu Abbas seperti dalam tafsir al-Baghawi.

إِنَّ اللهَ لاَ يُعَذِّبُ الْعَامَةَ بِعَمَلِ الْخَاصَةِ حَتَّى يَرَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانِيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُوْنَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوْهُ فَلاَ يُنْكِرُوْهُ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَذَّبَ اللهُ الْعَامَةَ وَالْخَاصَةَ

Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa masyarakat umum karena perbuatan orang-orang tertentu hingga masyarakat umum melihat kemungkaran di hadapan mereka sedang mereka mampu mengingkarinya tetapi mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka berbuat demikian maka Allah akan menyiksa masyarakat umum dan orang-orang tertentu itu. (HR Ahmad dan ath-Thabrani)

Imam Nawawi al-Jawi dalam Marah Labid (I/350) berkata, arti ayat di atas ialah, “Berhati-hatilah/waspadalah kalian terhadap fitnah, yang jika menimpa kalian, tidak hanya mengenai orang zalim saja, tetapi akan mengenai kalian semuanya, baik orang yang salih maupun yang tidak. Berhati-hati terhadap fitnah itu adalah dengan cara melarang kemungkaran. Karena itu, wajib atas orang yang melihat kemunkaran untuk menghilangkan kemungkaran jika ia mempunyai kesanggupan melakukannya. Jika dia mendiamkan kemungkaran itu, maka semuanya telah berbuat maksiat. Yang melakukan kemungkaran bermaksiat karena perbuatan mungkarnya; yang mendiamkan kemungkaran juga bermaksiat karena rela dengan kemunkaran itu. Ciri rela terhadap kemungkaran adalah tidak merasa sedih melihat penyimpangan agama oleh perbuatan maksiat. Artinya, siapa saja yang seperti itu, berarti dia telah rela terhadap kemungkaran sehingga hukuman dan musibah akan terjadi secara merata”

Anjuran Berdakwah secara Jama’ah

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. [QS. Ali Imran : 104]

Urgensi Jama’ah Dakwah

  • Diperlukan untuk melakukan perubahan masyarakat
  • Diperlukan dalam rangka melanjutkan kehidupan Islam (li isti’nafil Islam) di tengah-tengah umat
  • Diperlukan dalam rangka mewujudkan Khilafah yang akan menerapkan hukum Islam secara kaffah

لتنقضن عرى الإسلام عروة عروة وكلما انتقضت عروة تثبت الناس بالتى تليها وأولهن نقضا الحكم وأخرهن الصلاة

“Sungguh akan terurai simpul-simpul Islam satu demi satu, maka setiap satu simpul terurai, orang-orang akan bergelantungan pada simpul yang berikutnya (yang tersisa). Simpul yang pertama kali terurai adalah kekuasaan (pemerintahan) sedang yang paling akhir terurai adalah shalat.” (HR. Ahmad & Al Bazzar)

اَفْضَلُ الجِهَدِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَاءِرٍ

Sebaik-baik jihad adalah kalimat haq yang disampaikan kepada penguasa yang dzalim (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Bekal Pengemban Dakwah

  • Membangun aqidah Islam yang kokoh
  • Memahami hukum-hukum Islam
  • Memahami kewajiban dakwah
  • Memahami tujuan dakwah

Tanggung Jawab Pemuda dalam Berdakwah

عن ابن عباس قال: ما بعث الله نبيًا إلا شابًا، ولا أوتي العلم عالم إلا وهو شاب

Tidak ada seorang Nabi pun yang diutus Allah melainkan ia (dipilih) dari kalangan pemuda saja. Begitu juga tidak ada seorang alim pun yang diberi ilmu melainkan (hanya) dari kalangan pemuda saja

Dakwah Islam dimulai oleh para pemuda. Di antaranya adalah Ali bin Abi Thalib dan Zubai bin Awwam, yang paling muda, keduanya ketika itu berusia 8 tahun; Thalhah bin Ubaidillah (11); Arqam bin Abil Arqam (12); Abdullah bin Mas’ud (14), yang kemudian menjadi ahli tafsir terkemuka; Saat bin Abi Waqas (17), yang kelak menjadi panglima perang yang menundukkan negara adi kuasa Persia; Ja’far bin Abi Thalib (18; Zaid bin Haritsah (20); Utsman bin Affan (20), Mus’ab bin Umair (24), Umar bin Khattab (26); Abu Ubaidah Ibnul Jarah (27), Bilal bin Rabah (30), Abu Salamah (30), Abu Bakar Ash Shiddiq (37), Hamzah bin Abdul Muthalib (42), Ubaidah bin Al Harits, yang paling tua di antara semua sahabat berusia 50 tahun.

Dulu Syafi’i muda telah hafal Al Quran pada usia sekitar 9 tahun dan mulai dimintai fatwanya pada usia sekitar 13 tahun, sebelum akhirnya menjadi seorang mujtahid, imam madzhab yang terkemuka. Usamah bin Zaid telah memimpin perang pada usia 18 tahun

Sumber Rujukan:

No comments

Powered by Blogger.