Syeikh Ahmad Ad Da’ur: Anggota Hizbut Tahrir yang Masuk Parlemen
Syeikh Ahmad Ad Da’ur (1907-2001) adalah Syabab/Anggota Hizbut Tahrir (HT) yang pernah masuk Parlemen dan tegas mengharamkan fungsi wakil rakyat untuk membuat hukum
Generasi awal Hizbut Tahrir
Poros hidup Syeikh Ahmad Ad Da’ur adalah dakwah. Baik ketika menjadi mahasiswa, bekerja di dunia pendidikan, dunia peradilan, di parlemen maupun ketika dijebloskan ke penjara. Bahkan ia pernah menjadi delegasi Hizbut Tahrir untuk mendakwahi pemimpin revolusi Iran Khomaeni.
Syeikh Ahmad lahir tahun 1907 M di kota Qalqiliyah—kota di Palestina sebelah utara Tepi Barat (West Bank). Ia hidup semasa dengan peristiwa pemberontakan tahun 1936, bahkan ia turut mengangkat senjata melawan Yahudi dan Inggris. Ia juga semasa dengan perang tahun 1947-1948.
Setelah pasukan Arab memasuki Palestina, ia merasa terbakar dengan api pengkhianatan oleh para oknum pejabat, tentara dan penguasa, yang menyerahkan negeri dan rakyat pada manusia jahat, Yahudi seperti sesuap nasi yang lezat.
Ia sadar bahwa melenyapkan para penguasa pengkhianat itulah yang dapat menyelamatkan umat dan negeri, ketika pasukan negeri-negeri Arab melindungi negara Yahudi dari serangan rakyat.
Pada tahun 1930, Syeikh Ahmad melanjutkan studinya ke al-Azhar As Syarif, dan lulus tahun 1934 dengan memperoleh ijazah al-alamiyah (setingkat doktor) di bidang peradilan syariah. Setelah lulus, pekerjaan pertamanya adalah sebagai tenaga pengajar, kemudian diangkat sebagai sekretaris pada Mahkamah Syariah di Janin, lalu di Nablus, Palestina.
Ketika sedang menimba ilmu di Universitas Al Azhar itulah Syeikh Ahmad kenal dengan Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani. Ia pun setuju dengan ajakan Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani untuk mendirikan Hizbut Tahrir. Maka, ia bergabung dengan Hizbut Tahrir sejak awal kemunculannya dan beraktivitas secara aktif untuk mengembalikan khilafah.
Masuk Parlemen
Syeikh Ahmad mencalonkan diri sebagai anggota parlemen Yordania pada pemilu 1954. Program pemilunya untuk menjadi wakil rakyat sangat tegas dan jelas yaitu mengoreksi penguasa karena loyalitasnya terhadap Inggris dan ketiadaan penerapan Islam. Menariknya, ia pun dengan tegas mengharamkan fungsi wakil rakyat untuk membuat hukum.
Kampanye yang blak-blakan tanpa basa basi menyerang kekufuran tersebut ternyata membuatnya terpilih menjadi anggota parlemen mewakili distrik Thulkarim dan Qalqiliyah.
Jabatan itu ia jadikan peluang untuk menjelaskan pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat Hizbut Tahrir, menjelaskan apa yang telah diadopsinya dan apa yang akan dilakukannya, serta menyingkap bentuk-bentuk pengkhianatan, menyerang sistem-sistem yang rusak, khususnya di Yordania dan di dunia Islam pada umumnya, sebab sistem-sistem itu dibuat oleh orang-orang kafir yang kemudian diterapkan di negeri-negeri kaum Muslimin.
Kritikannya terhadap Undang-Undang Sipil (Qanun Madani) Yordania pun disampaikannya saat mendapatkan kesempatan berpidato pada 24 Januari 1955 di parlemen. Pidatonya itu terekam dalam jurnal resmi parlemen No 55, 15 Februari 1955.
Pada pemilu parlemen tahun 1956, ia mencalonkan lagi dan berhasil juga. Namun untuk yang kedua kalinya ini, berbagai tekanan dan ancaman semakin keras diberikan kepadanya. Tetapi semua itu tidak mampu menghentikan aktivitasnya mendakwahkan kebenaran.
Pada tahun yang sama, ia juga mengkritik Raja Yordania yang mengadakan perjanjian dengan Inggris yang kemudian disebut dengan Perjanjian Inggris-Yordania. Opini yang berkembang di tengah masyarakat atas perjanjian itu adalah berakhirnya cengkraman Inggris di Yordania. Namun berdasarkan analisa yang tajam dan akurat, Hizbut Tahrir menyatakan perjanjian itu tidaklah mengakhiri penjajahan Inggris.
Karena Ahmad Ad Da’ur menjadi satu-satunya anggota parlemen yang menyatakan analisa itu, ia pun mendapatkan kecaman dan cacian baik dari sesama anggota parlemen maupun masyarakat. Mereka mengatakan: “Tidakkah semua paham, kecuali Hizbut Tahrir. Kalian memang aneh.”
Pada tahun 1958, setelah kudeta Amerika di Irak, yang bertujuan menggulingkan keluarga raja dan berhasil mendudukkan Abdul Karim Qasim, maka pasukan Inggris turun di bandara Amman dan Aqabah. Orang-orang pun baru teringat apa yang disampaikan Syeikh Ahmad dan Hizbut Tahrir. Mereka mengatakan: “Tidak ada yang paham, kecuali Hizbut Tahrir.”
Ahmad Ad Da’ur berikutnya menjadi anggota pimpinan Hizbut Tahrir bersama Syeikh Abdul Qadim Zallum sejak adanya pembentukan kembali kepemimpinan tahun 1956, dengan pemimpin umum Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani.
Keluar Masuk Penjara
Kritikan Syeikh Ahmad terhadap penguasa zalim dan khianat terus dilancarkan, hubungan mesra penguasa dengan Yahudi perampas Palestina juga dibeberkan. Karena itu semua, penguasa Yordania pun geram, maka dicabutlah imunitas Ahmad Ad Da’ur sebagai anggota parlemen. Meski tanpa kekebalan, Syeikh Ahmad tetap lantang mengkritik. Sehingga, usai memberikan kritik pada kesempatan berikutnya ia pun ditahan.
Maka, digelarlah sidang parlemen untuk mengambil keputusan untuk mengeluarkan Syeikh Ahmad dari parlemen. Seluruh anggota menyatakan setuju termasuk lima orang anggota parlemen dari Ikhwanul Muslimun. Hanya satu orang anggota yang menyatakan tidak setuju yaitu Faiq al-‘Anbatawi.
Keluar penjara, ia tidak jera menyampaikan kebenaran. Sehingga ia keluar masuk penjara. Serta boleh dikata, ia merasakan kejamnya semua penjara yang ada di Yordania, dari penjara Ariha, al-Kark, dan ath-Thafilah. Ia juga pernah dibuang ke penjara H4, yaitu tempat pembuangan yang ada di padang pasir, kemudian ditahan dipenjara az-Zarqa’, dan penjara pusat di Amman.
Pada 6 Januari 1969, Syeikh Ahmad dan 15 aktivis Hizbut Tahrir lainnya ditangkap atas tuduhan upaya Hizbut Tahrir menegakkan khilafah di Yordania dan negeri-negeri Islam tetangganya.
Selama dalam penahanan, ia mengalami siksaan yang pedih dari para penjaga sistem kufur. Meski mendekam dalam penjara, dakwah tetap jadi poros hidupnya. Sehingga orang-orang satu selnya yang semuanya adalah sosialis bertaubat dan menjadi pengemban dakwah juga.
Syeikh Thalib Awadallah dalam kitab Ahbabullah mengungkapkan kisah tatkala Syeikh Ahmad dijebloskan ke penjara. Pada awalnya sipir memperlakukan Ahmad ad Da’ur dengan sangat kasar karena sipir penjara mendapatkan informasi dari pejabat pemerintah bahwa Syeikh Ahmad adalah seorang komunis.
Sampai pada suatu ketika sipir tersebut merasa heran tatkala mendapatinya menggelar sajadah dan melakukan shalat di tahanan. Ia menghampirinya dengan rasa heran dan bertanya mengapa shalat. Yang ditanya juga heran mengapa dia bertanya demikian? Bukankah seorang Muslim wajib shalat?
Akhirnya terbongkarlah bisikan dari pejabat pemerintah yang menjebloskan Ahmad ad Da’ur. Sikap sipir pun berubah menjadi baik.
Tahun 1971, ia dibebaskan dari penjara, dan tahun 1974 paspornya disita dalam beberapa waktu, selama itu praktis ia tidak dapat bebergian ke luar negeri.
Dakwahi Khomaeni
Pada 1979 terjadi revolusi Iran yang dipimpin Khomaeni, saat itu umat merindukan pemerintahan Islam. Akan tetapi, Khomaeni mengumumkan Republik Islam Iran dengan UUD-nya pun tidak terkait dengan Islam dalam pasal-pasalnya. Maka Hizbut Tahrir mengirimkan utusan yang dipimpin Syeikh Ahmad ad Da’ur kepada Khomaeni di Qum. Kedatangan utusan ini menjelaskan sistem pemerintahan Islam adalah “khilafah” bukan “republik”. Tapi Khomaeni menolaknya.
Ia terus bergerak dan berdakwah. Pada suatu waktu ia sakit dan mengharuskannya berbaring ditempat tidur. Kemudian ia pun berpulang ke rahmatullah pada malam Jumat 22 Rabi’uts Tsani 1422 H atau 13 Juli 2001.
Syeikh Ahmad meninggalkan dunia dengan mewariskan sikap sebagai pengemban dakwah yang sejati. Ia juga meninggalkan beberapa kitab yang ditulisnya, yakni Naqdlu al Qanun al Madaniy (Kritik Perundang-undangan Sipil); Raddun ‘ala Muftaraayatin Haula Hukmi ar-Riba wa Fawa’idi al-Bunuk (Bantahan atas kebohongan-kebohongan seputar hukum riba dan bunga bank); dan Ahkamu al Bayyinaat (hukum pembuktian).[]
Sumber :
Fan Page Facebook Resmi Hizbut Tahrir Indonesia, https://www.facebook.com/Htiinfokom
[Diakses Tanggal 1 April 2014 Jam 21.12 WIB]
Generasi awal Hizbut Tahrir
Poros hidup Syeikh Ahmad Ad Da’ur adalah dakwah. Baik ketika menjadi mahasiswa, bekerja di dunia pendidikan, dunia peradilan, di parlemen maupun ketika dijebloskan ke penjara. Bahkan ia pernah menjadi delegasi Hizbut Tahrir untuk mendakwahi pemimpin revolusi Iran Khomaeni.
Syeikh Ahmad lahir tahun 1907 M di kota Qalqiliyah—kota di Palestina sebelah utara Tepi Barat (West Bank). Ia hidup semasa dengan peristiwa pemberontakan tahun 1936, bahkan ia turut mengangkat senjata melawan Yahudi dan Inggris. Ia juga semasa dengan perang tahun 1947-1948.
Setelah pasukan Arab memasuki Palestina, ia merasa terbakar dengan api pengkhianatan oleh para oknum pejabat, tentara dan penguasa, yang menyerahkan negeri dan rakyat pada manusia jahat, Yahudi seperti sesuap nasi yang lezat.
Ia sadar bahwa melenyapkan para penguasa pengkhianat itulah yang dapat menyelamatkan umat dan negeri, ketika pasukan negeri-negeri Arab melindungi negara Yahudi dari serangan rakyat.
Pada tahun 1930, Syeikh Ahmad melanjutkan studinya ke al-Azhar As Syarif, dan lulus tahun 1934 dengan memperoleh ijazah al-alamiyah (setingkat doktor) di bidang peradilan syariah. Setelah lulus, pekerjaan pertamanya adalah sebagai tenaga pengajar, kemudian diangkat sebagai sekretaris pada Mahkamah Syariah di Janin, lalu di Nablus, Palestina.
Ketika sedang menimba ilmu di Universitas Al Azhar itulah Syeikh Ahmad kenal dengan Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani. Ia pun setuju dengan ajakan Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani untuk mendirikan Hizbut Tahrir. Maka, ia bergabung dengan Hizbut Tahrir sejak awal kemunculannya dan beraktivitas secara aktif untuk mengembalikan khilafah.
Masuk Parlemen
Syeikh Ahmad mencalonkan diri sebagai anggota parlemen Yordania pada pemilu 1954. Program pemilunya untuk menjadi wakil rakyat sangat tegas dan jelas yaitu mengoreksi penguasa karena loyalitasnya terhadap Inggris dan ketiadaan penerapan Islam. Menariknya, ia pun dengan tegas mengharamkan fungsi wakil rakyat untuk membuat hukum.
Kampanye yang blak-blakan tanpa basa basi menyerang kekufuran tersebut ternyata membuatnya terpilih menjadi anggota parlemen mewakili distrik Thulkarim dan Qalqiliyah.
Jabatan itu ia jadikan peluang untuk menjelaskan pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat Hizbut Tahrir, menjelaskan apa yang telah diadopsinya dan apa yang akan dilakukannya, serta menyingkap bentuk-bentuk pengkhianatan, menyerang sistem-sistem yang rusak, khususnya di Yordania dan di dunia Islam pada umumnya, sebab sistem-sistem itu dibuat oleh orang-orang kafir yang kemudian diterapkan di negeri-negeri kaum Muslimin.
Kritikannya terhadap Undang-Undang Sipil (Qanun Madani) Yordania pun disampaikannya saat mendapatkan kesempatan berpidato pada 24 Januari 1955 di parlemen. Pidatonya itu terekam dalam jurnal resmi parlemen No 55, 15 Februari 1955.
Pada pemilu parlemen tahun 1956, ia mencalonkan lagi dan berhasil juga. Namun untuk yang kedua kalinya ini, berbagai tekanan dan ancaman semakin keras diberikan kepadanya. Tetapi semua itu tidak mampu menghentikan aktivitasnya mendakwahkan kebenaran.
Pada tahun yang sama, ia juga mengkritik Raja Yordania yang mengadakan perjanjian dengan Inggris yang kemudian disebut dengan Perjanjian Inggris-Yordania. Opini yang berkembang di tengah masyarakat atas perjanjian itu adalah berakhirnya cengkraman Inggris di Yordania. Namun berdasarkan analisa yang tajam dan akurat, Hizbut Tahrir menyatakan perjanjian itu tidaklah mengakhiri penjajahan Inggris.
Karena Ahmad Ad Da’ur menjadi satu-satunya anggota parlemen yang menyatakan analisa itu, ia pun mendapatkan kecaman dan cacian baik dari sesama anggota parlemen maupun masyarakat. Mereka mengatakan: “Tidakkah semua paham, kecuali Hizbut Tahrir. Kalian memang aneh.”
Pada tahun 1958, setelah kudeta Amerika di Irak, yang bertujuan menggulingkan keluarga raja dan berhasil mendudukkan Abdul Karim Qasim, maka pasukan Inggris turun di bandara Amman dan Aqabah. Orang-orang pun baru teringat apa yang disampaikan Syeikh Ahmad dan Hizbut Tahrir. Mereka mengatakan: “Tidak ada yang paham, kecuali Hizbut Tahrir.”
Ahmad Ad Da’ur berikutnya menjadi anggota pimpinan Hizbut Tahrir bersama Syeikh Abdul Qadim Zallum sejak adanya pembentukan kembali kepemimpinan tahun 1956, dengan pemimpin umum Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani.
Keluar Masuk Penjara
Kritikan Syeikh Ahmad terhadap penguasa zalim dan khianat terus dilancarkan, hubungan mesra penguasa dengan Yahudi perampas Palestina juga dibeberkan. Karena itu semua, penguasa Yordania pun geram, maka dicabutlah imunitas Ahmad Ad Da’ur sebagai anggota parlemen. Meski tanpa kekebalan, Syeikh Ahmad tetap lantang mengkritik. Sehingga, usai memberikan kritik pada kesempatan berikutnya ia pun ditahan.
Maka, digelarlah sidang parlemen untuk mengambil keputusan untuk mengeluarkan Syeikh Ahmad dari parlemen. Seluruh anggota menyatakan setuju termasuk lima orang anggota parlemen dari Ikhwanul Muslimun. Hanya satu orang anggota yang menyatakan tidak setuju yaitu Faiq al-‘Anbatawi.
Keluar penjara, ia tidak jera menyampaikan kebenaran. Sehingga ia keluar masuk penjara. Serta boleh dikata, ia merasakan kejamnya semua penjara yang ada di Yordania, dari penjara Ariha, al-Kark, dan ath-Thafilah. Ia juga pernah dibuang ke penjara H4, yaitu tempat pembuangan yang ada di padang pasir, kemudian ditahan dipenjara az-Zarqa’, dan penjara pusat di Amman.
Pada 6 Januari 1969, Syeikh Ahmad dan 15 aktivis Hizbut Tahrir lainnya ditangkap atas tuduhan upaya Hizbut Tahrir menegakkan khilafah di Yordania dan negeri-negeri Islam tetangganya.
Selama dalam penahanan, ia mengalami siksaan yang pedih dari para penjaga sistem kufur. Meski mendekam dalam penjara, dakwah tetap jadi poros hidupnya. Sehingga orang-orang satu selnya yang semuanya adalah sosialis bertaubat dan menjadi pengemban dakwah juga.
Syeikh Thalib Awadallah dalam kitab Ahbabullah mengungkapkan kisah tatkala Syeikh Ahmad dijebloskan ke penjara. Pada awalnya sipir memperlakukan Ahmad ad Da’ur dengan sangat kasar karena sipir penjara mendapatkan informasi dari pejabat pemerintah bahwa Syeikh Ahmad adalah seorang komunis.
Sampai pada suatu ketika sipir tersebut merasa heran tatkala mendapatinya menggelar sajadah dan melakukan shalat di tahanan. Ia menghampirinya dengan rasa heran dan bertanya mengapa shalat. Yang ditanya juga heran mengapa dia bertanya demikian? Bukankah seorang Muslim wajib shalat?
Akhirnya terbongkarlah bisikan dari pejabat pemerintah yang menjebloskan Ahmad ad Da’ur. Sikap sipir pun berubah menjadi baik.
Tahun 1971, ia dibebaskan dari penjara, dan tahun 1974 paspornya disita dalam beberapa waktu, selama itu praktis ia tidak dapat bebergian ke luar negeri.
Dakwahi Khomaeni
Pada 1979 terjadi revolusi Iran yang dipimpin Khomaeni, saat itu umat merindukan pemerintahan Islam. Akan tetapi, Khomaeni mengumumkan Republik Islam Iran dengan UUD-nya pun tidak terkait dengan Islam dalam pasal-pasalnya. Maka Hizbut Tahrir mengirimkan utusan yang dipimpin Syeikh Ahmad ad Da’ur kepada Khomaeni di Qum. Kedatangan utusan ini menjelaskan sistem pemerintahan Islam adalah “khilafah” bukan “republik”. Tapi Khomaeni menolaknya.
Ia terus bergerak dan berdakwah. Pada suatu waktu ia sakit dan mengharuskannya berbaring ditempat tidur. Kemudian ia pun berpulang ke rahmatullah pada malam Jumat 22 Rabi’uts Tsani 1422 H atau 13 Juli 2001.
Syeikh Ahmad meninggalkan dunia dengan mewariskan sikap sebagai pengemban dakwah yang sejati. Ia juga meninggalkan beberapa kitab yang ditulisnya, yakni Naqdlu al Qanun al Madaniy (Kritik Perundang-undangan Sipil); Raddun ‘ala Muftaraayatin Haula Hukmi ar-Riba wa Fawa’idi al-Bunuk (Bantahan atas kebohongan-kebohongan seputar hukum riba dan bunga bank); dan Ahkamu al Bayyinaat (hukum pembuktian).[]
Sumber :
Fan Page Facebook Resmi Hizbut Tahrir Indonesia, https://www.facebook.com/Htiinfokom
[Diakses Tanggal 1 April 2014 Jam 21.12 WIB]
No comments