Nasib Nelayan di Hari Nelayan Nasional
Hari Nelayan Nasional secara resmi diperingati pada tanggal 6 April setiap tahunnya, katanya sih sebagai wujud apresiasi pemerintah atas jasa nelayan dalam pemenuhan kebutuhan gizi dan protein. Apa iya..?
Setelah hampir 70 tahun negeri ini merdeka penduduk miskin Indonesia termasuk di dalamnya nelayan sebesar 49% (bila mengacu pada standar kemiskinan Bank Dunia 2 USD/orang/hari).
Hak nelayan Indonesia masih saja dirampas baik oleh negeri sendiri maupun oleh asing. Terdapat berbagai kesenjangan yang masih mewarnai pembangunan perikanan dan kelautan di Indonesia baik secara nasional maupun secara lokal administratif pengelolaan. Berbagai prasarana yang dibangun oleh pemerintah, seperti pembangunan pelabuhan perikanan dan tempat-tempat pendaratan ikan yang tersebar di berbagai wilayah belum memberikan hasil yang memuaskan sesuai dengan yang diharapkan, berbagai model pengaturan dan kebijakan yang diambil belum dapat menyentuh secara baik terhadap permasalahan mendasar yang ada. Produk perundang-undangan yang tidak pro rakyat, tapi pro asing. Kondisi ini semakin diperparah dengan naiknya harga BBM beberapa bulan lalu, padahal BBM merupakan kebutuhan primer nelayan untuk melaut. Lain lagi fenomena serba impor yang menjadi candu negeri ini, bukan hanya produk elektronik bahkan hingga ikan asin dan garam sekalipun tak luput diimpor. Weleh…, weleh…,
Lain pula kapal-kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia dengan menggunakan teknologi dan kapal besar, jauh dari peralatan nelayan Indonesia yang seadanya dengan menggunakan kapal kecil. Entah sudah berapa ton ikan-ikan negeri ini yang dirampas asing. Militer entah kemana yah…? Ada yang bilang BBM untuk kapal perangnya tidak mencukupi untuk operasi karena suplainya dibatasi. What…?
Padahal jika dilihat dari hitung-hitungan sumber daya alam (SDA) Laut Indonesia tepat berada di jantung pusat mega biodiversity, keanekaragaman hayatinya melebihi hutan amazon. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar yang dikaruniahi dengan ekosistem perairan tropis memiliki karakterstik dinamika sumberdaya perairan, termasuk di dalamnya sumberdaya ikan yang tinggi. Sumberdaya ikan yang hidup di wilayah perairan Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati (biodiversity) paling tinggi. Potensi lestari Perikanan tangkap 6,817 juta ton/tahun, potensi lahan budidaya laut lebih dari 12,4 juta ha (KKP, 2014).
Sumberdaya tersebut paling tidak mencakup 37% dari spesies ikan di dunia (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1994). Di wilayah perairan laut Indonesia terdapat beberapa jenis ikan bernilai ekonomis tinggi antara lain: tuna, cakalang, udang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi, ikan-ikan karang (kerapu, baronang, udang barong/lobster), ikan hias dan kekerangan termasuk rumput laut. Sebahagian besar potensi biodiversitas Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal, sehingga ada yang menyebutnya sebagai the sleeping giant.
Persoalan itu semua bukan hanya menimpa nelayan negeri ini, akan tetapi hampir sama rata pada segala lini kehidupan. Baik dipuncak gunung hingga dasar laut sekalipun. Wow…! Ketidak seimbangan pengelolaan baik di daratan maupun di lautan ini mengindikasikan adanya ketimpangan secara sistemik dan struktural pada segala lini sistem di Indonesia, baik sistem pemerintahan maupun sistem perekonomian. Semoga ketidakseimbangan ini tidak semakin menciptakan rasa keputusasaan di tengah-tengah rakyat Indonesia. Setiap episode pemerintahan rezim terus berganti, akan tetapi kesejahtraan rakyat semakin terabaikan. Ini menunjukkan bawa kesenjangan yang terjadi di negeri ini bukanlah disebabkan oleh rezim yang berkuasa semata, akan tetapi sistem kapitalistik bertopeng demokrasi inilah penyebabnya.
Nelayan tak butuh hari nelayan-nelayanan yang mereka butuhkan adalah kesejahtraan hidup, yang didukung perlindungan dalam bingkai kebijakan dari pemerintah. Namun itu semua sepertinya tak akan mungkin terwujud di negara kapitalis-demokrasi ini.
Foto by: rca-fm.com
No comments